Seorang polisi berusia 25 tahun tewas karena bom yang dipasang di bawah mobilnya meledak. Berita itu bukan sekedar berita kriminal di Inggris dan mengkhawatirkan banyak orang.
Pertama karena terjadi di Irlandia Utara, kawasan yang dilanda perang saudara puluhan tahun, antara kelompok Katolik dan Protestan. Yang kedua, polisi itu, Ronan Kerr, beragama Katolik.
Untuk lebih memahami kedua alasan tadi, kita kilas balik sebentar pendengar. Tidak usah terlalu jauh sampai ke abad pertengahan dulu ketika Pulau Irlandia diperebutkan para petani Inggris dan Skotlandia. Juga saya akan coba menyederhanakannya, karena memang soalnya amat rumit.
Kita mulai saja tahun 1921 ketika terbit undang-undang yang memisahkan Pulau Irlandia menjadi Irlandia Utara -yang terdiri dari enam wilayah yang mayoritas warga adalah umat Protestan- sedang 26 wilayah lain dengan mayoritas Katolik menjadi Irlandia Selatan. Tahun 1949, Irlandia Selatan berdiri menjadi Republik Irlandia yang merdeka penuh, sedangkan Irlandia Utara berada di bawah pemerintah pusat London.
Sejak itu maraklah konflik di Irlandia Utara, karena ada juga warga Katolik yang masih berada di Irlandia Utara dan mereka ingin memisahkan diri dari Inggris -baik bergabung dengan Republik Irlandia di Selatan atau merdeka sendiri. Sementara kelompok Protestan tetap ingin berada di bawah pemerintahan London.
Pertarungan fisik berlangsung dan tak hanya di kawasan Irlandia Utara, juga sampai ke pusat pemerintahan Inggris Raya di London. Bom menjadi bagian dari kehidupan. Dan di ibukota Irlandia Utara, Belfast, sempat dibangun tembok tinggi dengan pagar berduri untuk memisahkan orang Katolik dan Protestan.
Teror bom
Saya ingat ketika pertama kali tiba London, musim panas 1995, saya kesulitan menemukan tempat sampah dan juga WC umum. Rupanya dua tempat itu sering menjadi tempat menanam bom. Tak sampai setahun kemudian ada bis meledak di depan kantor BBC World Service di Aldwych London. Waktu itu saya pas sedang tidak bekerja, namun keesokan harinya saya masih melihat garis polisi dan bis yang rusak. Ancaman bom itu nyata dan dekat sekali, rasanya, dengan saya. Jadi bukan cuma sekedar di berita-berita yang berjarak dengan kehidupan sehari-hari.
Dan korban-korban memang berjatuhan karena tembak menembak antara dua kelompok maupun serangan bom teror. Bom di depan kantor BBC World Service itu, misalnya, menewaskan delapan orang termasuk pembomnya. Sebagai gambaran besaran dan cakupan konflik, pada tahun 1975 saja, 51 orang mati dan dua puluh tiga tahun kemudian, persisnya 15 Agustus 1998, bom meledak di Omagh, menewaskan 29 orang.
Padahal tahun itu, dicapai kesepakatan damai yang disebut Good Friday Agreement atau Kesepakatan Jumat Agung, walau ekor-ekor konflik masih terus bergulir karena sempalan kelompok perjuangan IRA tidak langsung bersedia meletakkan senjata. Bahkan setelah pemerintah bersama di Irlandia Utara terbentuk masih ada serangan-serangan, sampai tewasnya Pak Polisi Roland Kerr, Sabtu 2 April.
Menunjukkan persatuan
Namun konflik puluhan tahun di Irlandia Utara membuat para pemimpin masyarakat justru menunjukkan rasa persatuan untuk melawan serangan atas Ronan Kerr, yang dianggap ingin memprovokasi konflik baru dan juga menjadi peringatan bagi warga Katolik untuk tidak bergabung dengan kepolisian Irlandia Utara, yang cikal bakalnya memang kepolisian protestan dan hingga sekarang masih didominasi penganut Protestan.
Kecaman atas serangan itu bukan hanya muncul dari para politisi, seperti Gerry Adams -yang dulu ikut dalam perjuangan bersenjata kelompok Protestan- maupun para tokoh Protestan. Juga dari ibu Ronan, Nuala, yang meminta agar kaum muda Katolik tetap mau masuk polisi Irlandia Utara demi perdamaian abadi di Irlandia Utara.
Rasa persatuan itu ditegaskan kembali dalam pemakaman Ronan Kerr, Rabu 6 April, di kampung kecil di Beragh. Semua lapisan dan semua aliran hadir. Kerumunan pemuda, anak sekolah, maupun polisi yang baru bergabung, berdampingan dengan para politisi.
Dan untuk pertama kalinya pemimpin pemerintahan bersama Irlandia Utara, Peter Robinson, yang beragama Protestan mengikuti kebaktian Katolik. Juga untuk pertama kalinya Perdana Menteri Republik Irlandia, Enda Kenny, hadir melintas perbatasan untuk menghadiri upacara pemakaman polisi di Irlandia Utara, walau sudah banyak polisi dan tentara yang tewas dalam sepanjang konflik. Dalam sambutannya, Enda Kenny mengatakan kekerasan adalah mentalitas masa lalu yang tidak punya tempat di masa depan.
Tentu yang dia maksud di Irlandia, tapi saya langsung ngelamun, jauh ke seluruh dunia: kekerasan adalah mentalitas masa lalu.
Saya pun langsung teringat lagu Imagine karya John Lenon: mungkin anda mengatakan saya pemimpi, tapi saya tidak sendirian.(BBC Indonesia)