Suatu hari, seorang musafir beristirahat di depan istana. Namun pada pagi hari, ia diusir oleh raja muda yang tinggal di istana itu. Raja muda itu berkata, “Kenapa kamu ada disini, kamu tidak patut berada di sini”. Musafir menjawab, “Aku seorang musafir yang kemalaman, dan menurutku istana ini adalah milik rakyat, termasuk musafir seperti saya”.
Raja muda tidak terima dengan ucapan musafir, “Apa maksudmu? Aku adalah raja”, ujarnya. Musafir berkata, “Memang, tapi sebelum baginda, siapa yang tinggal di istana ini sebagai raja?”. Raja menjawab, “Sebelum aku, ayahku menjadi raja, tapi di a sudah meninggal. Sebelum ayahku, kakekku, dia sudah meninggal. Sebelum kakekku, ayah dari kakeku. Kami sudah 19 generasi, aku adalah raja ke-19”.
Musafur berkata, “Benar bukan?! Rajapun sebenarnya hanya raja sementara saja. Istana ini dan dunia ini ibarat tempat musafir atau persinggahan sementara. Kalau sudah selesai masing-masing akan pergi, termasuk baginda, juga saya”. Mendengar itu raja itu tersadar. Ia lalu menjadi raja yang bijaksana. Ia sadar meski seorang raja, dia juga fana.
Cerita ini mengatakan bahwa kita semua adalah insan yang fana. Hari ini, kalau Anda seorang pengusaha, manager, direktur, bupati, anggota DPR, penguasa, atau apapun, kita diingatkan bahwa kita adalah musafir. Karena itu yang diminta dari kita adalah, mari kita tinggalkan sesuatu yang abadi di dunia ini. Itulah amal kita, karya kita. Sesuatu yang kita tinggalkan untuk dikenang oleh generasi yang akan datang.
Kita pasti akan tiada. Kita akan dilupakan. Tapi kalau kita meninggalkan sebuah karya yang baik, itu akan diingat orang. Karen itu, mari kita focuskan pekerjaan kita setiap hari bukan untuk sesuatu yang temporer saja, tapi untuk yang abadi , yang dikenang oleh masyarakat dan bangsa. Tinggalkanlah karya dan amal yang dikenang oleh sesama.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar