Minggu, 22 Mei 2011

Nasionalisme di Lapangan Hijau

Di lapangan hijau, kita menemukan kembali nasionalisme yang begitu bergelora. Persoalan kemiskinan, pengangguran, inflasi, juga perekonomian yang memburuk, lenyap begitu saja dalam gegap gempita euforia pendukung kesebelasan nasional kita.  Sepak bola kembali menjadi katup penyelamat frustasi sosial, walaupun sebenarnya masih terlampau dini untuk dikatakan bahwa kesebelasan nasional kita, telah mengukir prestasi gemilang.
Pada akhirnya, kalah atau menang memang bukan lagi isu utama. Saat timnas tampil heroik di putaran final Piala Asia 2007, penonton memuja, meski mereka kalah. Maka, ketika tiga kemenangan beruntun atas Malaysia, Laos, dan Thailand di kejuaraan Piala AFF, dan melaju mulus hingga babak semi final, serasa menerbangkan ‘’garuda’’  ke langit  lepas. Euforia kemenangan Bambang Pamungkas dan kawan-kawan, dirasakan oleh seluruh penduduk negeri ini, hampir di semua strata dan kelas, termasuk Presiden Yudhoyono yang memborong ratusan tiket kelas VVIP, laga melawan Filipina itu.
Perhatian besar Presiden, termasuk ketika menyambangi latihan tim nasional, menjadi momentum untuk memberikan suntikan tenaga bagi kebangkitan sepak bola kita. Ini menjadi kesempatan emas bagi pengelola sepak bola nasional untuk menyiapkan kebutuhan fundamental bagi pembangunan tim nasional yang kuat. Perhatian presiden itu menjadi pengikat yang kuat untuk menyiapkan kamp latihan yang ideal, kompleks latihan yang modern, lapangan berstandar internasional, lengkap dengan mes pemain, fasilitas kebugaran, dan sarana pendukung yang komplet.
Sejauh ini, minimnya fasilitas yang berkualitas memang menjadi salah satu faktor penghambat kemajuan sepak bola. Alih-alih meningkatkan kualitas dan kuantitas fasilitas, yang terjadi justru banyak lapangan hijau beralih fungsi untuk kepentingan bisnis. Lapangan-lapangan itu, misalnya, menjelma menjadi pusat-pusat bisnis, mal, apartemen, dan perkantoran mewah. Betapa pun menguntungkan secara ekonomi, perilaku ini harus dihentikan. Jadi yang dibutuhkan sekarang adalah kemauan baik untuk tidak serakah mengalihfungsikan lapangan sepak bola untuk kepentingan-kepentingan lain.
Fenomena membeludaknya penonton, hingga harus berebut tiket untuk bisa menonton tim nasional bertanding, menjadi wujud kerinduan atas prestasi sepak bola Indonesia. Hasil positif setiap laga, tentu akan terus membangkitkan gairah kita. Di lapangan hijau itu, nasionalisme kita menemukan bentuk yang paling nyata. Dan, setiap kemenangan, pasti akan menjadi  pengobat rindu negeri penggila sepak bola ini.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar