Sejak diundangkan tahun 2004 lalu, keberadaan Undang-undang Nomor 39/2004 tentagn Penempatan dan Perlindungan TKI terus mengundang kritikan. Undang-undang itu dinilai tidak berpihak pada perlindungan hak-hak buruh migran, karena pasal-pasalnya lebih banyak membahas penempatan kerja, bukan perlindungan yang mendasar. AKibat minimnya perlindungan, maka terjadilah serangkaian kisah pilu yang menimpa TKI di luar negeri.
Sebenarnya sejak 2009, desakan untuk mengamandemen Undang-undang Nomor 39/2004 semakin gencar dilakukan. namun sampai hari ini, rencana itu belum juga direalisasikan.
Koordinator Nasional Proyek Penghapusan Kerja Paksa dan Perdagangan Manusia pada Pekerja Migran Indonesia, ILO, Albert Y. Bonasahat, mengatakan dampak dari lemahnya Undang-undang tentang Penempatan dan Perlindungan TKI adalah terjadinya berbagai kasus pekerja migran secara beruntun. Bahkan hingga kini pemerintah masih disibukkan dengan penanganan beragai kasus TKI. Itu adalah dampak langsung yang bisa kita lihat.
Untuk itu gagasan dan rencana DPR untuk mengamandemen undang-undang tersebut harus segera direalisasikan. Karena merupakan kesempatan untuk memperbaiki dan memperkuat upaya perlindungan kepada TKI. Dari rencana amandemen yang terdengar, memang ada inisiatif DPR untuk memperkuat faktor-faktor atau bagian-bagan perlindungan atau hak buruh migran. Kalangan DPR memang cukup banyak yang menilai bahwa pasal-pasal dalam UU 39/2004 lebih banyak bersifat adminsitratif,dan kurang pasal-pasal tentang perlindungan.
Sayangnya proses amandemen UU 39/2004 belum menunjukkan perkembangan yang signifikant. Padahal hal itu sudah diagendakan sejak tahun 2009. Namun hingga tahun 2010 berlalu belum ada tindaklanjutnya. Untuk itu diharapkan pada tahun ini upaya amandemen UU 39/2004 akan mengalami kemajuan, seiring terjadinya berbagai kasus TKI.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar