Minggu, 22 Mei 2011

Quovadis PSSI

Kesempatan emas untuk menyelesaikan kemelut di tubuh PSSI terbuang percuma. Momentum kongres yang semestinya menjadi arena untuk mengembalikan organisasi sepak bola itu ke jalan yang benar kandas, hanya karena pihak-pihak yang berseberangan gagal membuang ego pribadinya. Sungguh ini pantas dipertanyakan, apakah pihak-pihak yang bersikukuh untuk mengedepankan egonya itu benar-benar murni bertujuan demi kemajuan PSSI. Atau jangan-jangan itu hanya kehendak pribadi yang dibungkus atas nama reformasi PSSI. Kalau hanya sekadar kepentingan pribadi, tentu teramat kecil bandingannya bagi PSSI yang sejatinya mewakili kepentingan yang lebih besar bagi bangsa ini.
Kongres semestinya menjadi sarana untuk mengakhiri kemelut, dan menjadi medium untuk mengembalikan PSSI pada khitahnya, sebagaimana yang diimpikan pendirinya,  Ir Soeratin Sosrosoegondo, untuk membawa PSSI sebagai alat perjuangan dan pemersatu bangsa. Karena sebagai alat perjuangan bangsa itulah, sudah semestinya jika siapa pun yang terlibat dalam organisasi ini mampu berpikir lebih terbuka dan berpandangan bahwa organisasi ini terlahir hanya dan hanya untuk mengangkat harkat dan martabat bangsa ini lewat sepak bola.
Dengan demikian, tak ada agenda lain di luar sepak bola. Tetapi melihat kongres yang berakhir buntu itu,  tentu sulit mengatakan bahwa tujuan mulia itu telah benar-benar diresapi. Rekonsiliasi sebenarnya menjadi salah satu misi Komite Normalisasi bentukan FIFA. Maka sudah semestinya jika semua yang terlibat dalam kongres itu pun tunduk dan patuh pada aturan yang telah digariskan komite normalisasi sebagai kepanjangan tangan FIFA. Tetapi yang terjadi justru sebaliknya, sikap konyol untuk memaksakan kehendak kelompok.
Sikap keras kepala yang cenderung tidak patuh terhadap aturan ini, sudah semestinya dijauhkan dari PSSI. Setelah organisasi ini remuk redam akibat banyak statutanya yang dipelintir di masa lalu, kini saatnya untuk berbenah, dan berjalan dengan aturan-aturan yang lempang. Statuta ini mesti diterjemahkan dan ditegakkan sebagaimana adanya, jangan diputarbalikkan. Semua pihak mesti legawa untuk sepenuhnya tunduk dan patuh pada statuta ini. Tanpa kepatuhan ini, sulit untuk menciptakan organisasi yang tangguh, dan tanpa ketangguhan itu, niscaya mimpi sepak bola nasional menuju panggung dunia menjadi amat mustahil.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar